Powered By Blogger

Selasa, 10 April 2012

askep pada pasien penyakit jantung bawaan


 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN : PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)


Penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal waktu bayi. Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan operasi dini pada usia muda.
(IPD FKUI,1996 ;1134)
A. Pengertian
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3 minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten (Persistent Ductus Arteriosus : PDA). (Buku ajar kardiologi FKUI, 2001 ; 227)
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001; 235)
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002 ; 375)
B. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
1. Faktor Prenatal :
v Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
v Ibu alkoholisme.
v Umur ibu lebih dari 40 tahun.
v Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
v Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2. Faktor Genetik :
v Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
v Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
v Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
v Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
(Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF)
• Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
• Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di tepi sternum kiri atas)
• Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
• Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
• Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
• Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
• Apnea
• Tachypnea
• Nasal flaring
• Retraksi dada
• Hipoksemia
• Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)
(Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236, Betz & Sowden, 2002 ; 376)
D. Pathways
Terlampir
E. Komplikasi
§ Endokarditis
§ Obstruksi pembuluh darah pulmonal
§ CHF
§ Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
§ Enterokolitis nekrosis
§ Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia bronkkopulmoner)
§ Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
§ Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
§ Aritmia
§ Gagal tumbuh
(Betz & Sowden, 2002 ; 376-377, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)
F. Penatalaksanaan Medis
q Penatalaksanaan Konservatif : Restriksi cairan dan bemberian obat-obatan : Furosemid (lasix) diberikan bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek kelebihan beban kardiovaskular, Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempermudah penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah endokarditis bakterial.
q Pembedahan : Pemotongan atau pengikatan duktus.
q Non pembedahan : Penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.
(Betz & Sowden, 2002 ; 377-378, Suriadi, Rita Yuliani, 2001 ; 236)
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Thorak : Atrium dan ventrikel kiri membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat
2. Ekhokardiografi : Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan)
3. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
4. Elektrokardiografi (EKG) : bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
5. Kateterisasi jantung : hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasil ECHO atau Doppler yang meragukan atau bila ada kecurigaan defek tambahan lainnya.
(Betz & Sowden, 2002 ;377)
H. Pengkajian
q Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktivitas terbatas)
q Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi jantung tambahan (machinery mur-mur), edera tungkai, hepatomegali.
q Kaji adanya hipoksia kronis : Clubbing finger
q Kaji adanya hiperemia pada ujung jari
q Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan
q Pengkajian psikososial meliputi : usia anak, tugas perkembangan anak, koping yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit anak, koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan Curah jantung b.d malformasi jantung.
2. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti pulmonal.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
6. Resiko infeksi b.d menurunnya status kesehatan.
7. Perubahan peran orang tua b.d hospitalisasi anak, kekhawatiran terhadap penyakit anak.
J. Intervensi
1. Mempertahankan curah jantung yang adekuat :
• Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan kulit
• Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membran mukosa, clubbing)
• Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, tachypnea, sesak, mudah lelah, periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali)
• Kolaborasi pemberian digoxin sesuai order, dengan menggunakan teknik pencegahan bahaya toksisitas.
• Berikan pengobatan untuk menurunkan afterload
• Berikan diuretik sesuai indikasi.
2. Mengurangi adanya peningkatan resistensi pembuluh paru:
• Monitor kualitas dan irama pernafasan
• Atur posisi anak dengan posisi fowler
• Hindari anak dari orang yang terinfeksi
• Berikan istirahat yang cukup
• Berikan nutrisi yang optimal
• Berikan oksigen jika ada indikasi
3. Mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat :
• Ijinkan anak untuk sering beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur
• Anjurkan untuk melakukan permainan dan aktivitas ringan
• Bantu anak untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak.
• Hindarkan suhu lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin
• Hindarkan hal-hal yang menyebabkan ketakutan / kecemasan pada anak
4. Memberikan support untuk tumbuh kembang
• Kaji tingkat tumbuh kembang anak
• Berikan stimulasi tumbuh kembang, kativitas bermain, game, nonton TV, puzzle, nmenggambar, dan lain-lain sesuai kondisi dan usia anak.
• Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi selama dirawat
5. Mempertahankan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan yang sesuai
• Sediakan diit yang seimbang, tinggi zat-zat nutrisi untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat
• Monitor tinggi badan dan berat badan, dokumentasikan dalam bentuk grafik untuk mengetahui kecenderungan pertumbuhan anak
• Timbang berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama dan waktu yang sama
• Catat intake dan output secara benar
• Berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering untuk menghindari kelelahan pada saat makan
• Anak-anak yang mendapatkan diuretik biasanya sangat haus, oleh karena itu cairan tidak dibatasi.
6. Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi
• Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
• Berikan istirahat yang adekuat
• Berikan kebutuhan nutrisi yang optimal
7. Memberikan support pada orang tua
• Ajarkan keluarga / orang tua untuk mengekspresikan perasaannya karena memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskudikan rencana pengobatan, dan memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan
• Ekplorasi perasaan orang tua mengenai perasaan ketakutan, rasa bersalah, berduka, dan perasaan tidak mampu
• Mengurangi ketakutan dan kecemasan orang tua dengan memberikan informasi yang jelas
• Libatkan orang tua dalam perawatan anak selama di rumah sakit
• Memberikan dorongan kepada keluarga untuk melibatkan anggota keluarga lain dalama perawatan anak.
K. Hasil Yang Diharapkan
1. Anak akan menunjukkan tanda-tanda membaiknya curah jantung
2. Anak akan menunjukkan tanda-tanda tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru
3. Anaka akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat
4. Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan tinggi badan
5. Anaka akan mempertahankan intake makanan dan minuman untuk mempertahankan berat badan dan menopang pertumbuhan
6. Anak tidak akan menunjukkan tanda-tanda infeksi
7. Orang tua akan mengekspresikan perasaannya akibat memiliki anak dengan kelainan jantung, mendiskusikan rencana pengobatan, dan memiliki keyakinan bahwa orang tua memiliki peranan penting dalam keberhasilan pengobatan.
L. Perencanaan Pemulangan
• Kontrol sesuai waktu yang ditentukan
• Jelaskan kebutuhan aktiviotas yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usia dan kondisi penyakit
• Mengajarkan ketrampilan yang diperlukan di rumah, yaitu :
- Teknik pemberian obat
- Teknik pemberian makanan
- Tindakan untuk mengatasi jika terjadi hal-hal yang mencemaskan tanda-tanda komplikasi, siapa yang akan

sistem urinaria


A. Pengertian Sistem Urinaria

Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).


B. Susunan Sistem Perkemihan atau Sistem Urinaria :

1. GINJAL


Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen.

Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan.

Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.

Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap – tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh – pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus – tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang terdapat pada medula.

Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat teratur.

Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.


a. Bagian – Bagian Ginjal

Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).

1. Kulit Ginjal (Korteks)

Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan malphigi

Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.


2. Sumsum Ginjal (Medula)

Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.


3. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)

Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).



b. Fungsi Ginjal:

1. Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen, misalnya amonia.

2. Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).

3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.

4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.


c. Tes Fungsi Ginjal Terdiri Dari :

1. Tes untuk protein albumin

Bila kerusakan pada glomerolus atau tubulus, maka protein dapat bocor masuk ke dalam urine.

2. Mengukur konsentrasi urenum darah

Bila ginjal tidak cukup mengeluarkan urenum maka urenum darah naik di atas kadar normal (20 – 40) mg%.

3. Tes konsentrasi

Dilarang makan atau minum selama 12 jam untuk melihat sampai seberapa tinggi berat jenisnya naik.


d. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal

Peredaran Darah

Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior.


Persyarafan Ginjal

Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan senuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone adrenalin dan hormn kortison.


2. URETER

Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.

Lapisan dinding ureter terdiri dari :

a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)

b. Lapisan tengah otot polos

c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).

Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.

Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.


3. VESIKULA URINARIA ( Kandung Kemih )

Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul.

Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.

Bagian vesika urinaria terdiri dari :

1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.

2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.

3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.

Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).


Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).

Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.

Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh.

Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).

Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna.

Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri umbilikalis.


4. URETRA

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar.

Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm.

Uretra pada laki – laki terdiri dari :

1. Uretra Prostaria

2. Uretra membranosa

3. Uretra kavernosa

Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan submukosa.

Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.


C. Urine (Air Kemih)

1. Sifat – sifat air kemih

- Jumlah eksresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari masuknya (intake) cairan serta faktor lainnya.

- Warna bening muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.

- Warna kuning terantung dari kepekatan, diet obat – obatan dan sebagainya.

- Bau khas air kemih bila dibiarkan terlalu lama maka akan berbau amoniak.

- Baerat jenis 1.015 – 1.020.

- Reaksi asam bila terlalu lama akan menjadi alkalis, tergantung pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).


2. Komposisi air kemih

- Air kemih terdiri dari kira – kira 95 % air

- Zat – zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan kreatinin

- Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat

- Pigmen (bilirubin, urobilin)

- Toksin

- Hormon


3. Mekanisme Pembentukan Urine

Dari sekitar 1200ml darah yang melalui glomerolus setiap menit terbentuk 120 – 125ml filtrat (cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap harinyadapat terbentuk 150 – 180L filtart. Namun dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L) yang akhirnya keluar sebagai kemih, dan sebagian diserap kembali.


4. Tahap – tahap Pembentukan Urine

a. Proses filtrasi

Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent lebih besar dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke seluruh ginja.


b. Proses reabsorpsi

Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan dan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan diserap kembali kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikienal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada pupila renalis.




c. Augmentasi (Pengumpulan)

Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl-, dan urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya.

Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di bawa ke ureter. Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria (kandung kemih) yang merupakan tempat penyimpanan urine sementara. Ketika kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.


4. Mikturisi

Peristiwa penggabungan urine yang mengalir melui ureter ke dalam kandung kemih., keinginan untuk buang air kecil disebabkan penanbahan tekanan di dalam kandung kemih dimana saebelumnmya telah ada 170 – 23 ml urine.

Miktruisi merupakan gerak reflek yang dapat dikendalikan dan dapat ditahan oleh pusat – pusat persyarafan yang lebih tinggi dari manusia, gerakannya oleh kontraksi otot abdominal yang menekan kandung kemih membantu mengosongkannya.



5. Ciri – ciri Urine Normal

Rata – rata dalam satu hari 1 – 2 liter, tapi berbeda – beda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk. Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata – rata 6.

Jumat, 06 April 2012

injeksi intramuskular





INJEKSI INTRAMUSKULER ( IM )

Pengertian
: Intramuskuler (i.m),Rute IM memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat daripada rute SC karena pembuluh darahlebih banyak terdapat di otot. Bahaya kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot yangdalam tetapi bila tidak berhati-hati ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh darah. Denganinjeksi di dalam otot yang terlarut berlangsung dalam waktu 10-30 menit. Guna memperlambatreabsorbsi dengan maksud memperpanjag kerja obat, seringkali digunakan larutan atau suspensi dalamminyak, umpamanya suspensi penisilin dan hormone kelamin.

Tujuan : pemberian obat dengan absorbsi lebih cepat dibandingkan dengan subcutan

Lokasi yang digunakan untuk penyunikan :
1. Deltoid/lengan atas
2. Dorso gluteal/otot panggul
3. Vastus lateralis
4. Rektus femoralis
Daerah tersebut diatas digunakan dalam penyuntikan dikarenakan massa otot yang besar, vaskularisasi yang baik dan jauh dari syaraf.

Persiapan alat :
1. Handscoon 1 pasang
2. Spuit steril 3 ml atau 5 ml atau spuit  imunisasi
3. Bak instrument
4. Kom berisi kapas alcohol
5. Perlak dan pengalas
6. Bengkok
7. Obat injeksi dalam vial atau ampul
8. Daftar pemberian obat
9. Kikir ampul bila diperlukan
10.waskom larutan klorin 0,5 %
11.tempat cuci tangan
12.handuk/lap tangan
13.kapas alkohol

Pelaksanaan :
a 
Fase orientasi
1. Salam terapeutik
2. Evaluasi/ validasi
3. Kontrak

b. Fase kerja
1. Siapkan peralatan ke dekat pasien
2. Pasang sketsel atau tutup tirai untuk menjaga     privasi pasien
3. Cuci tangan
4. Mengidentifikasi pasien dengan prinsip 5 B (Benar obat, dosis, pasien, cara pemberian dan waktu)
5. Memberitahukan tindakan yang akan dilakukan
6. Letakkan perlak dan pengalas dibawah daerah yang akan di injeksi
7. Posisikan pasien dan bebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian pasien
8. Mematahkan ampula dengan kikir
9. Memakai handscoon dengan baik
10. Memasukkan obat kedalam spuit sesuai dengan advice dokter dengan teknik septic dan aseptic
11. Menentukan daerah yang akan disuntik
12. Memasang pengalas dibawah daerah yang akan disuntik
13. Hapushamakan daerah penyuntikan secara sirkuler menggunakan kapas alcohol 70% tunggu sampai kering
14. Mengangkat kulit sedikit dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri (tangan yang tidak dominant)
15. Baca basmallah dan Tusukkan jarum ke dalam otot dengan jarum dan kulit membentuk sudut 90
̊
16. Lakukan aspirasi yaitu tarik penghisap sedikit untuk memeriksa apakah jarum sudah masuk kedalam pembuluh darah yang ditandai dengan darah masuk ke dalam tabung spuit (saat aspirasi jika ada darah berarti jarum mengenai pembuluh darah, maka cabut segera spuit dan ganti dengan spuit dan obat yang baru). Jika tidak keluar darah maka masukkan obat secara perlahan-lahan
17. Tarik jarum keluar setelah obat masuk (pada saat menarik jarum keluar tekan bekas suntikan dengan kapas alcohol agar darah tidak keluar)
18. Lakukan masase pada tempat bekas suntikan (pada injeksi suntikan KB maka daerah bekas injeksi tidak boleh dilakukan masase, karena akan mempercepat reaksi obat, sehingga menurunkan efektifitas obat.
19. Rapikan pasien dan bereskan alat (spuit diisi dengan larutan chlorine 0,5% sebelum dibuang)
20. Lepaskan sarung tangan rendam dalam larutan chlorine
21. Cuci tangan

c. Fase terminasi
1. Evalusi respon klien terhadap tindakan yang dilakukan
2. Rencana tindak lanjut
3. Kontrak yang akan datang

Pendokumentasian:

Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Oleh karena injeksi ini menakutkan klien, mkaka usahakan klien tidak menjadi takut dengan memberikan penjelasan.
2. Perhatikan tekhnik aseptik dan anti septik baik pada alat-alat maupun cara kerja.
3. Pada injeksi IM, memasukkan jarum seperti melepaskan anak panah sehingga rasa sakit berkurang
4. Tempat penyuntikan IM pada Muskuslus Gluteus harus betul-betul tepat, apabila salah akan berbahaya karena dapat mengena saraf ischiadicus yang menyebabkan kelumpuhan.
5. Jangan salah memberikan obat atau salah memberikan kepada klien lain, ingat prinsip 5 benar dalam pemberian obat.

Penjelasan dengan gambar





tepat ke dalam otot,dengan sudut 90 derjat



                      
Sekian.
salam akkes pemkap ….
Akper??????? Yes .!   yes!!   Yes!!!!







pemasangan infuse


A.  PROSEDUR PEMASANGAN INFUSE

-PENGERTIAN
Fungsi vena merupakan tekhnik penusukan vena melalui transkutan dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateter atau dengan jarum yang disambungkan pada spuit.
Pada kondisi tertententu, pemberian cairan intra vena diperlukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Langkah ini efektif untuk memenuhi kebutuhan cairan eksternal secara langsung. Secara umum, tujuan terapi intra vena adalah untuk memenuhi kebutuhan cairan pada klien yang tidak mampu mengkonsumsi cairan oral secara adekuat, menambah asupan elektrolit untuk menjaga kesimbangan elektrolit, menyediakan glukosa untuk kebutuhan energi dalam proses metabolisme, memenuhi kebutuhan vitamin larut air, serta menjadi media untuk pemberian obat melalui vena. Lebih khusus, terapi intra vena di berikan pada pasien yang mengalami syok,intoksikasi berat, pasien pra dan pasca bedah, atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.
Pemberian cairan infuse dapat di berikan pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan atau nutrisi yang berat. Pemberian cairan infuse ke dalam vena (pembuluh darah pasien) di antaranya pada vena lengan (vena safalika basilea dan mediana kabiti), pada tungkai (vena sakena), atau pada vena yang ada di kepala, seperti : vena temporalis krontolis (khusus untuk anak-anak). Selain pemberian infuse pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan, juga dapat dilakukan pada pasien yang mengalami syok, intoksikasi berat, pra dan pasca bedah, sebelum transfusi darah, atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu.
- PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN
            Adapun alat dan bahan yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan ini antara lain:
1)      Cairan infus
2)      Infus set
3)      jarum infuse (20-22G untuk dewasa, 24-26G untuk anak-anak)
4)      pengalas
5)      tourniquet (untuk membendung aliran darah vena)
6)      kapas alcohol
7)      plaster
8)      gunting
9)      pencukur rambut
10)  kassa steril
11)  betadin
12)  bengkok
13)  sarung tangan sekalipakai
14)  spolk (bila perlu)
- PERSIAPAN PASIEN/LINGKUNGAN
  1. klien diberi penjelasan tenteng hal-hal yang dilakukan saat pemasangan infuse dengan menggunakan komunikasi yang terapeutik.jika keadaan memungkinkan.
  2. pakaian klien pada daerah yang akan di pasang infuse, harus di buka (untuk mempermudah saat pemasangan infus) dan mencari venanya
  3. identifikasi vena yang dapat di akses untuk tempat pemasangan jarum IV atau kateter :
    1. hindari daerah penonjolan tulang
    2. gunakan vena dibagian yang paling distal terlebih dahulu
    3. hindarkan pemasangan selang intra vena di pergelangan tangan klien, di daerah yang mengalami peradangan, di ekstermitas yang sensasinya menurun.
  4. bila pada lingkungan banyak klien, perlu dipasang sampiran.
- CARA KERJA
  1. siapkan peralatan dan bawa ke dekat klien
  2. cuci tangan
  3. siapkan cairan infuse dan infuse set
    1. buka kemasan steril dengan menggunakan tekhnik aseptic
R = mencegah kontaminasi pada objek steril
  1.  
    1. periksa larutan dengan menggunaan “lima tepat” :
  • tepat klien
  • tepat obat (tanggal kadaluarsa)
  • waktu
  • dosis (tetesan infuse yang di butuhkan)
  • rute (jalan yang diberikan melalui IV)
Yakinkan tambahan resep (missal : kalium dan vitamin) telah di tambahkan. Observasi kebocoran kantung cairan.
R = larutan IV adalah obat dan harus dengan hati-hati diperiksa untuk mengurangi resiko kesalahan. Larutan yang berubah warna , mengandung partikel, atau kadaluarsa tidak di gunakan. Kebocoran kantung menunjukkan kesempatan kontaminasi dan tidak boleh di gunakan.
  1.  
    1. buka penutup botol invus dan buka set infuse dengan mempertahankan sterilitas dari kedua ujung.
R = mencegah bakteri masuk ke peralatan infuse dan aliran darah.
  1.  
    1. tempatkan klem rol kurang lebih 2-5 cm di bawah ruang drip dan gerakkan klem rol pada posisi “off”
R = kedekatan klem rol pada ruang drip memungkinkan pengaturan lebih akurat tentang kecepatan aliran. Gerakkan klem pada “off” mencegah penetesan cairan pada klien, perawat, tempat tidur, atau lantai.
  1.  
    1. lepaskan pembungkus lubang slang IV pada kantung larutan IV plastic. Tusukkan set infuse ke dalam kantung cairan atau botol.
R = memberi akses untuk insersi slang infuse ke dalam larutan
NB=jangan menyentuh jarum penusuk botol infuse karena bagian ini steril.jika misal jarum jatuh kelantai, buang slang IV tersebut dang anti dengan yang baru.
  1.  
    1. aliran larutan IV pada slang infuse. Tekan ruang drip dan lepaskan, ini memungkinkan pengisian 1/3 sampai ½ penuh.
R = menjamin slang bersih dari udara sebelum penyambungan ke IV, dan mencegah udara masuk ke dalam slang.
  1.  
    1. pelindung jarum tidak di lepas dan lepaskan klem rol untuk memungkinkan cairan mengalir dari ruang drip melalui slang ke adapter jarum. Kembalikan klem rol ke posisi “off” setelah slang terisi.
R = pengisian lambat slang menurunkan turbelens dan terbentuknya gelembung. Keluarkan udara dari slang dan biarkan slang terisi larutan. Penutupan klem mencegah kehilangan cairan yang tidak sengaja.
  1.  
    1. Yakinkan slang bersih dari udara dan gelembung udara.
R = gelembung udara besar dapat bertindak sebagai emboli
  1. Pasang perlak
  2. Jika ada rambut, cukur daerah tersebut ± 2 inchi / 5cm
R = Mengurangi resiko kontaminasi dari bakteri pada rambut. Juga membantu mempertahankan keutuhan balutan intra vena dan membuat pelepasan plester tidak terlalu menimbulkan nyeri. Pencukuran dapat menyebabkan mikroabrasi dan menjadi predis posisi terjadinya infeksi ( metheny,1996).
  1. Apabila memungkinkan, letakkan ekstermitas pada posisi dependen ( dalam keadaan ditompang sesuatu).
R = Memungkinkan dilatasi vena sehingga vena dapat dilihat.
  1. Siapkan alat2 yang tidak steril:
a)      Pasang perlak dibawah tangan/area yang akan di infuse
b)      Siapkan plester ukuran 1.25 panjang ± 9cm
c)      Siapkan kasa steril
d)      Buka insersi bevel
R =  untuk mempermudah saat melakukan tindakan
  1. pasang tourniquet ± 5-7 inchi / 10-15 cm di atas / di daerah yang akan ditusuk
R = tourniquet menekan aliran balik vena tetapi tidak menyumbat aliran arteri.
  1. Kenakan sarung tangan (tangan kanan steril tangan kiri bersih)
R = mengurangi pemaparan pada organisme HIV , hepatitis dan organismme yang di tularkan melalui darah.
  1. Bersihkan daerah penusukan dengan kapas alcohol dengan arah melingkar dari tengah ketepi
R = agar terhindar dari mikroorganisme / tidak terkontaminasi
  1. Lakukan fungsi vena. Fiksasi vena dg meregangkan kulit berlawanan dg arah insersi 5-7 cm dari arah distal ke tempat fungsi vena
a)      ONC = insersi bevel (bagian ujung jarum yang miring) dg membentuk sudut 20-30 derajat searah dg aliran balik darah vena distal terhadap tempat fungsi vena yang sebenarnya.
R = memungkinkan perawat menempatkan jarum  menjadi  pararel dg vena sehingga saat vena difungsi,resiko menusuk vena sampai tembus keluarr berkurang
  1. Lihat aliran balik melalui srelang jarum aliran balik darah di ONC,yang mengindikasikan bahwa jarum telah memasuki vena. Jika sudah terasa pas masuk ke vena  insersi bevel di landaikan dan di masukkan sampai penuh
R=penggunaan jari yang sama mempengaruhi terjadinya sensitifitas terhadap kajian yang lebih baik tentang kondisi vena.Rendahkan jarum sampai hamper menyentuih kulit. Masukkan lagi kateter sekitar seperempat inci ke dalam vena dan kemudian longgarkan stylet(bagian pangkal jarum yang di masukkan ke vena)
  1. Stabilkan kateter dg salah satu tangan ,lepaskan tourniquet dan lepaskan stylet dari ONC, tekan ujung area penusukan.
R = Mengurangi aliran balik darah
  1. Hubungkan adapter jarum infuse ke hub ONC atau jarum. Jangan sentuh titik masuk adapter jarum atau bagian dalam hub ONC .
R = dengan menghubungkan set infuse dengan tepat,kepatenan vena dicapai. Mempertahankan sterilisasi.
  1. Lepaskan klem penggeser untuk memulai aliran infuse dengan kecepatan tertentu untuk mempertahankan kepetenan selang intra vena.
R= Memungkinkan aliran vena dan mencegah obstruksi aliran larutan IV.
  1. Fiksasi kateter IV atau jarum:
    1. Lepaskan sarung tangan sebelah kiri
R = agar plester tidak menempel pada sarung tangan.
  1.  
    1. Tempelkan plester kecil(1-25 cm) di bawah hub kateter dg sisi perekat kearah dan silangkan plester diatas hub.
R : Mencegah kateter lepas darivena tanpa sengaja.
  1.  
    1. Berikan sedikit larutan atau salep yodium-povidin pada tempat pungsi vena. Biarkan larutan mengering sesuai dengan kebijakan lembaga.
R : Larutan atau salep yodium-povidin merupakan antiseptic topical yang mengurangi bakteri pada kulit dan mengurangi resiko infeksi local atau sistemik. Apabila menggunakan balutan trasparan, larutan yodium-povidin direkomendasikan ; salep mengganggu perekatan balutan pada kulit.
  1.  
    1. Tempelkan plester kecil yang kedua, langsung silangkan ke hub kateter.
R : Mencegah terlepasnya infuse IV secara tidak sengaja
  1.  
    1. tempatkan kasa balutan yang berukuran 4 cm di atas fungsi vena dan hub kateter. Jangan menutupi hubungan antara selang intravena dan hub kateter. Tempelkan 2 lembar plaster mengikuti panjang kasa atau sepanjang 9 cm. sarung tangan dapat di lepas supaya tidak menempel ke plaster
    2. Fiksasi selang infuse ke kateter dengan sepotong plester berukuran 2,5 cm.
R : Menstabilkan hubungan infuse dengan kateter lebih lanjut.
  1. Buang sarung tangan dan rapikan alat yang sudah di gunakan ,selanjutnya cuci tangan
R = mengurangi penularan mikroorganisme
  1. Tulis tanggal ,waktu pemasangan selang IV ,ukuran jarum, dan tanda tangan serta inisial perawat pada plaster.
R = Memberikan data yang cepat tentang tanggal insersi IV dan dapat di ketahui penggatian balutan selanjutnya
  1. Atur kecepatan aliran untuk mengoreksi tetesan per menit
R =R memoertahankan kecepatan aliran larutan IV yang benar
  1. Observasi klien setiap jam untuk menentukan responnya terhadap terapi cairan:
    1. Jumlah larutan benar dan sesuai dangan program yang ditetapkan
    2. Kecepatan aliran benar (tetesan  per menit )
    3. Kepatenan intra vena
    4. Tidak terdapat infiltrasi, flebitis atau inflamasi.
R = memberikan evaluasi type dan jumlah cairan yang di berikan kepada klien secara berkesinambungan. inspeksi per jam mencegah terjadinya beban cairan berlebih tanpa sengaja atau hidrasi yang tidak adekuat
  1. Evaluasi
Setelah di lakukan pemasangan infuse pada klien, tidak terlihat atau terdapat tanda-tanda peradangan.
B. TRANFUSI DARAH
-Pengertian
Transfusi Darah - Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang di lakukan pada klien yang membutuhkan darah dan/atau produk darah dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan set transfusi.
Pemberian transfusi darah digunakan untuk memenuhi volume sirkulasi darah, memperbaiki kadar hemoglobin dan protein serum. Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien yang kehilangan, seperti pada operasi besar, perdarahan post partum, kecelakaan, luka bakar hebat, dan penyakit kekurangan kadar Hb atau kelainan darah
Tindakan transfusi darah juga bisa dilakukan pada pasien yang mengalami defisit cairan atau curah jantung menurun.
Dalam pemberian darah harus di perhatikan kondisi pasien, kemudian kecocokan darah melalui nama pasien, label darah, golongan darah, dan periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak), homogenitas (bercampur rata atau tidak).
-Tujuan Transfusi Darah
  1. Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma atau heragi).
  2. Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien anemia.
  3. Memberikan komponen seluler tertentu sebagai terapi sulih (misalnya: faktor pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemofilia).
-Alat dan Bahan Transfusi Darah
            Adapun alat dan bahan yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan ini antara lain:
  1. Standar Infus
  2. Set Transfusi (Tranfusi Set)
  3. Botol berisi NaCl 0,9%
  4. Produk darah yang benar sesuai program medis
  5. Pengalas
  6. Torniket
  7. Kapas alkohol
  8. Plester
  9. Gunting
  10. Kassa steril
  11. Betadine
  12. Sarung tangan
-Prosedur Kerja Transfusi Darah
  1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
  2. Cuci tangan
  3. Gantungkan larutan NaCl 0,9% dalam botol untuk digunakan setelah transfusi darah
  4. Gunakan slang infus yang mempunyai filter (slang 'Y' atau tunggal).
  5. Lakukan pemberian infus NaCl 0,9% (baca: Prosedur pemasangan infus) terlebih dahulu sebelum pemberian transfusi darah
  6. Lakukan terlebih dahulu transfusi darah dengan memeriksa identifikasi kebenaran produk darah : periksa kompatibilitas dalam kantong darah, periksa kesesuaian dengan identifikasi pasien, periksa kadaluwarsanya, dan periksa adanya bekuan
  7. Buka set pemberian darah
    1. Untuk slang 'Y', atur ketiga klem
    2. Untuk slang tunggal, klem pengatur pada posisi off
  8. Cara transfusi darah dengan slang 'Y' :
    1. Tusuk kantong NaCl 0,9%
    2. Isi slang dengan NaCl 0,9%
    3. Buka klem pengatur pada slang 'Y', dan hubungkan ke kantong NaCl 0,9%
    4. Tutup/klem pada slang yang tidak di gunakan
    5. Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang filter terisi sebagian)
    6. Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan slang terisi NaCl 0,9%
    7. Kantong darah perlahan di balik-balik 1 - 2 kali agar sel-selnya tercampur. Kemudian tusuk kantong darah pada tempat penusukan yang tersedia dan buka klem pada slang dan filter terisi darah
  9. Cara transfusi darah dengan slang tunggal :
    1. Tusuk kantong darah
    2. Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk sehingga filter terisi sebagian
    3. Buka klem pengatur, biarkan slang infus terisi darah
  10. Hubungkan slang transfusi ke kateter IV dengan membuka klem pengatur bawah
  11. Setelah darah masuk, pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit pertama, dan tiap 15 menit selama 1 jam berikutnya
  12. Setelah darah di infuskan, bersihkan slang dengan NaCl 0,9%
  13. Catat type, jumlah dan komponen darah yang di berikan
  14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan